Rabu, 06 Maret 2013

PROBLEM PERADABAN ISLAM DAN BARAT

Oleh : Hamid Fahmy
Anggapan bahwa kebudayaan Barat lebih unggul dibanding peradaban Islam telah lama ada dalam benak sebagian ummat Islam, dan akhir-akhir ini anggapan itu terasa semakin kuat sehingga mereka menganggap Islam perlu belajar dari Barat dalam segala hal, bahkan termasuk dalam memahami Islam. Sementara itu terdapat pula kalangan ummat Islam yang bersikap sebaliknya, yaitu menganggap kebudayaan Barat tidak sesuai dengan peradaban Islam dan segala sesuatu yang berasal dari Barat harus ditolak, padahal orang-orang ini pada saat yang sama sedang menikmati hasil kepesatan teknologi Barat yang dimanfaatkan oleh hampir seluruh Negara di dunia. Kedua anggapan diatas sama ekstrimnya dan sudah dapat diduga bahwa keduanya tidak berangkat dari pemahaman yang akurat tentang peradaban Islam dan kebudayaan Barat.
Kebudayaan Barat dan Problem umat Islam
Kebudayaan Barat (Western Civilization), sejarahnya, adalah warisan yang dikembangkan oleh bangsa Eropah dari akar kebudayaan Yunani kuno, yang kaya dengan konsep filsafat, ilmu pengetahuan, politik, pendidikan dan kesenian, yang dicampur dengan kebudayaan Romawi yang terkenal dengan rumusan undang-undang dan hukum serta prinsip ketatanegaraan, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa Eropah, khususnya bangsa Jerman, Inggeris dan Perancis. Agama Kristen yang tersebar ke Eropah justru lebih banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Barat daripada mempengaruhi, sehingga dalam agama ini unsur-unsur kepercayaan Yunani kuno, Rumawi, Mesir dan Persia. Inilah agama satu-satunya yang pusat asalnya berpindah, yaitu dari Yerussalam ke Roma, Italy. Ini pertanda bahwa agama ini telah diambil alih oleh bangsa Eropah. Jadi kebudayaan Barat bukan berdasarkan pada agama Kristen, ia adalah kebudayaan yang berdasarkan pada filsafat.
Oleh sebab itu perlu dicatat disini adalah bahwa kepesatan perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tidak berangkat dari ajaran agama. Ia adalah kebudayaan yang bersendikan pandangan hidup sekuler. Pengaruh gelombang kebudayaan Barat melalui kolonialisme dan imperialisme telah membawa dampak yang cukup serius terhadap negara-negara dunia ketiga yang terjajah. Pandangan hidupnya yang sekuler dan kultural itu mengandung elemen-elemen yang efektif merubah atau sekurang-kurangnya mengacaukan pandangan hidup masyarakat yang menjadi obyek westernisasi.
Gelombang modernisme ini mengingatkan kita pada gelombang Hellenisme yang mengepakkan sayapnya ke berbagai pusat kebudayaan dunia masa itu, termasuk ke dalam peradaban Islam. Dan untuk itu perlu dibandingkan bagaimana kondisi ummat Islam ketika gelombang itu melanda mereka. Di zaman Hellenisme ummat Islam memiliki kemampuan dan kekuatan konseptual untuk mengadapsi atau mengislamkan filsafat Yunani. Kekuatan konseptual itu untuk mengadapsi itu tidak lain adalah ilmu pengetahuan yang berakar pada pandangan hidup Islam (Islamic worldview). Sedangkan di zaman modern-postmodern ini ummat Islam tidak memiliki kekuatan seperti dizaman menyebarnya gelombang Hellenisme.
Mengapa ummat Islam dizaman sekarang ini tidak mempunyai kekuatan itu lagi? Jawabannya sungguh kompleks yang intinya berkisar pada problem ilmu pengetahuan dan hal-hal yang diakibatkannya dalam bentuk lingkaran setan. Jika sebab-sebab itu ditelusur dari sejak kejatuhanBaghdad dan kelemahan kekuasaan politik Islam di berbagai pelosok dunia, dampak yang mendasar adalah timbulnya problem Ilmu. Kondisi politik saat itu tidak kondusif untuk pengembangan ilmu, banyak ulama yang harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain sehingga struktur masyarakt tidak lagi mendukung untuk kelanjutan tradisi intelektual. Meskipun kegiatan dalam skala kecil masih dapat terus berlangsung hingga kini.
Jika kita lacak dari problem ilmu yang berarti juga problem pendidikan maka akibat langsungnya adalah rendahnya kualitas pemimpin dan kondisi politik Islam yang akhirnya juga kembali lagi berdampak kepada proses pengembangan ilmu pengetahuan di masyarakat. Terlepas dari mana kita mencari sebab sebab utama kelemahan ummat, tapi yang jelas situasi yang tidak kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu telah mengakibatkan lemahnya penguasaan ummat Islam terhadap konsep-konsep sentral dan fundamental yang digali dari dalam ajaran dan pandangan hidup Islam.
Selain jawaban dari kondisi internal ummat Islam, terdapat pula bukti-bukti adanya faktor eksternal yang menjadi penyebab kelemahan ummat. Selain sebab invasi militer yang kasat mata, juga terdapat sebab non-fisik yang mempengaruhi pemikiran ummat Islam. Sebab-sebab itu tidak lain dari pemikiran Barat yang merasuk kedalam dan merusak pemikiran ummat Islam melalui berbagai bentuk dan medium. Dalam bidang pendidikan, misalnya, konsep pendidikan sekuler yang dibawa bersama dengan proses penjajahan membawa serta penyebaran prinsip-prinsip ilmu, filsafat dan pandangan hidup Barat; tradisi-tradisi kebudayaan sekuler disebarkan melalui medium hiburan, nilai-nilai postmodernisme dengan konsep liberalismenya dibawa bersama dengan konsep pasar bebas, teknologi informasi dan pemikiran filsafat.
Dalam bidang pemikiran Islam kajian Orientalisme memang sudah lama dikenal sebagai kajian atau pemikiran Islam ala Barat, yang tidak saja sarat dengan "religious prejudice" tapi juga diwarnai oleh mind-set up yang sekuler dan cara brefikir yang dikotomis. Bagi cendekiawan Muslim yang tidak memiliki framework kajian Islam yang mapan dan juga tidak mempunyai pemahaman yang jeli tentang karakter berfikir dikotomis Barat, tentu akan mengagumi pemikiran para orientalis itu dan serta merta memakainya dalam pemikiran keagamaan mereka. Karena memang teknik penulisan para Orientalis itu benar-benar mengikuti standar ilmiah. Tapi bukankah kebohongan dan kepalsuan itu juga dapat terjadi dalam dunia ilmiah?
Kini jelaslah bahwa berbeda dari kondisi ummat dizaman gelombang Hellenisme, dizaman modern-postmodern ini kondisi ummat Islam sangat lemah, khususnya dibidang ilmu pengetahuan. Dalam kondisi yang lemah inilah arus pemikiran Barat telah masuk kedalam pemikiran ummat Islam melalui berbagai bidang kehidupan dan keilmuan, sehingga konsep-konsep mereka merembes kedalam pemikiran ummat Islam tanpa proses adaptasi secara konseptual. Akibatnya, konsep-konsep Islam dan Barat difahami secara tumpang tindih (overlapp) dalam skala luas. Bahkan diantara kalangan muda Muslim ada yang beranggapan bahwa Islamisasi adalah sekularisasi. Ketika konsep-konsep dari kedua kebudayaan itu telah dianggap sama, maka masyarakat Muslim terkondisi untuk menyimpulkan bahwa "antara Islam dan Barat tidak ada perbedaan yang berarti"; "keduanya adalah produk manusia dan untuk kebaikan nasib ummat manusia"; "tidak semua yang dari Barat harus kita tolak", "agar dapat maju Islam harus belajar dari Barat" dan ungkapan-ungkapan kesimpulan yang serupa.
Persoalannya kesimpulan-kesimpulan yang menganggap Barat adalah sama dengan Islam itu timbul dari pikiran ummat Islam disaat mereka berada pada kondisi yang lemah secara konseptual dan dari pemahaman yang kurang akurat tentang esensi kebudayaan Barat. Dalam situasi seperti ini apa yang diperlukan adalah ekposisi secara apa adanya tentang hakekat pandangan hidup Barat yang menjadi dasar kebudayaannya. Karya Prof.Dr.S.M.N.al-Attas, yang berjudul "Risalah Untuk Kaum Muslimin", menjelaskan dengan sangat komprehensif esensi kebudayaan Barat dan perbedaannya dengan Islam.
Oleh karena itu terapi yang tepat untuk membangun peradaban Islam adalah melalui pembenahan dalam bidang ilmu pengetahuan dimana konsep-konsep yang asli Islam digali kembali. Disinilah konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan kontemporer merupakan jawaban yang tepat untuk menghadapi arus modernisme, sekularisme, liberalisme dan lain-lain yang berasal dari Barat.
Peradaban Islam Berbeda dari kebudayaan Barat yang berasaskan pada filsafat, peradaban Islam berlandaskan pada agama Islam yang berasal dari wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Esensi peradaban Islam dapat ditelusur melalui kajian konsep-konsep kunci didalamnya, seperti 'ilm, 'amal, adab, din dan sebagainya. Berfikir dan berilmu dalam Islam adalah kewajiban yang sama derajatnya dengan kewajiban beramal saleh, bahkan iman merupakan sesuatu yang concomitant pada kesemua kegiatan berfikir dan beramal, dalam artian keberadaan yang satu tidak sempurna tanpa disertai oleh yang lain. Proses psikologis dan psikis yang terpadu ini sudah di set dalam diri manusia sebagai potensialitas yang jika diaktualisasikan secara proporsional ia akan memenuhi tujuan penciptaannya sebagai sebaik-baik makhluk Tuhan (ahsunu taqwim) dan sebaliknya ia akan menjadi makhluk yang paling hina (asfala safilin). Di Barat berfikir rasional yang membawa kepada doktrin rasionalisme tidak memiliki dimensi iman dan amal. Lagipun, konsep akal bukan sekedar bermakna mind, ia meliputi qalb, fuad, bashar, aql dan sebagainya; dan karena itu konsep berfikir dalam Islam bukan sekedar bermakna reasoning dalam pengertian Barat, tapi lebih kaya dari itu dan meliputi unsur-unsur kejiwaan yang lebih menyeluruh seperti tafakkur, tadabbur, ta'aqqul.
Konsep berfikir ini juga berkaitan dengan konsep 'ilmu yang merupakan pemberian Allah Yang Maha Suci kepada manusia. Jika rasionalitas adalah esensi Islam, maka para filosof Barat yang menjunjung prinsip rasionalitas itu dapat disebut Ulama yang dapat dipastikan takut kepada Allah (yakhshallah), padahal sejatinya tidak. Jika rasionalitas dikaitkan dengan 'ilm maka ia tidak dapat dipisahkan dari iman, dan orang yang berilmu itu menjadi superior jika ia berangkat dari atau berdasarkan pada iman kepada Allah (Lihat Qur'an 58:11).
Sebelum seseorang beriman ia perlu mengetahui apa yang diimaninya, dan seorang mukmin harus berilmu agar dapat beramal. Ilmu tanpa amal adalah gila, kata al-Ghazzali, dan amal tanpa ilmu adalah sombong. Amal tanpa ilmu lebih banyak merusak daripada memperbaiki dan amal tanpa ilmu akan menyesatkan, kata para ahli hikmah. Jadi ilmu adalah prasyarat bagi amal dan memiliki peranan sentral dalam peradaban Islam.
Peradaban adalah derivasi dari kata adab. Adab sesungguhnya berarti jamuan makan yang dalam konteks ini al-Qur'an merupakan jamuan spiritual (ma'dubah) yang terbaik bagi ummat manusia. Maka para ulama terdahulu mengartikan adab sebagai ilmu, ta'dib adalah pendidikan atau pananaman ilmu dan konsekuensi terkati seperti iman, amal, dan akhlak. Ta'dib adalah usaha pengkaderan manusia-manusia beradab, yaitu manusia yang mempunyai ilmu dan mempunyai moralitas yang tinggi atau manusia-manusia yang ilmunya disertai amal dan sebaliknya. Manusia beradab adalah individu yang dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan kedudukan dan tempatnya; individu yang dapat menempatkan kedudukan dirinya dihadapan Penciptanya dan dikalangan masyarakatnya. Jika ia seorang rakyat jelata ia mengetahui hak dan kewajibannya, jika ia seorang pemimpin ia mengerti arti keadilan dan berlaku adil, jika ia seorang ulama ia berani mengatakan yang hak dan yang batil kepada siapapun dan dimanapun, jika ia seorang seorang wakil rakyat (politisi) ia dapat meletakkan (memilih) seseorang sesuai dengan kapasitas dan keutamaannya baik dihadapan Tuhan maupun dan dihadapan manusia (rakyat).
Jika kita memahami adab seperti itu, maka kita harus merubah pemahaman kita terhadap makna peradaban selama ini. Peradaban adalah suatu struktur sosial dan spiritual yang merupakan sumbangan Islam yang berharga bagi ummat manusia. Realitas sosial dan spiritual itu harus difahami secara integral, tidak dapat dipisah-pisahkan atau dilihat secara sendiri-sendiri tanpa saling-berkaitan seperti dalam tradisi dan kebudayaan Barat.
Oleh sebab itu peradaban Islam tidak sama dengan kebudayaan Barat atau kebudayaan asing lainnya, karena akarnya memang berbeda. Di Barat masyarakat berbudaya atau civil society hanya menggambarkan kedudukan individu-individu itu dihadapan Negara, sedang masyarakat beradab menggambarkan kedudukan individu dihadapan Tuhan dan didepan masyarakatnya sekaligus. Struktur civil society tidak melibatkan unsur-unsur spiritual, sedang struktur masyarakat beradab adalah kombinasi aspek-aspek fisikal dan spiritual yang sesuai dengan esensi kemanusiaannya. Manusia berbudaya adalah manusia yang tunduk pada aturan-aturan Negara, sedang manusia beradab tunduk pada perintah Tuhan, aturan Negara dan masyarakatnya sekaligus. Dalam civil society Tuhan "tidak boleh campur tangan" mengenai urusan negara, sedang dalam masyarakat beradab aturan-aturan dan perintah Tuhan mengejawantah dalam setiap gerak individu masyarakat dan pemimpin Negara dan menghiasai berbagai gerak dan kegiatan institusi negara, dalam suatu bangunan peradaban yang manusiawi.
Atas dasar itu iman, ilmu dan amal setiap individu masyarakat adalah sine qua non dalam bangunan peradaban Islam, yang aktualisasinya pasti tercermin secara institusional dan tak terbantahkan, baik dalam bentuk organisasi sosial, partai politik, lembaga pendidikan, bahkan Negara. Sebaliknya, organisasi sosial, partai politik, lembaga pendidikan dan juga Negara yang dibentuk oleh individu-individu Muslim yang tidak beradab atau yang memenuhi prasyarat bagi pembentukan bangunan peradaban Islam hanya akan menjadi simbol-simbol dan wadah-wadah yang secara substantif tidak mencerminkan wajah peradaban Islam bahkan mungkin malah merusaknya.
Kesimpulan
Ringkasnya, Islam adalah agama yang berangkat dari kebenaran mutlak dari wahyu Tuhan yang dalam dirinya terdapat nilai universal yang dapat mengakomodir kebudayaan dan pemikiran asing dengan melalui proses Islamisasi. Sedangkan Barat adalah kebudayaan yang bermula dari spekulasi akal belaka yang tiada memiliki rujukan kepada kebenaran mutlak dan tiada akan pernah mencapai kebenaran. Masalah yang dihadapi kebudayaan Islam hakekatnya bukanlah kemunduran dalam bidang-bidang yang sifatnya fisikal, akan tetapi adalah kerancuan (tumpah tindih) pemikiran, yaitu antara konsep-konsep Islam dan konsep-konsep Barat sekuler. Karena itu perbedaan dan pembedaan Islam dan Barat perlu dilakukan secara konsisten, agar dapat mengenali asal usul suatu konsep dan pemikiran dan mengetahui proses ilmiah selanjutnya, apakah harus diadapsi atau ditolak. Islamisasi bukanlah adopsi pemikiran asing kedalam Islam, tapi lebih merupakan adapsi pemikiran luar dengan proses epistemologis yang meletakkan realitas dan kebenaran dalam suatu kesatuan tawhidi. Kita tidak anti Barat tapi bukan pula menganggap Barat sama atau bahkan lebih unggul dalam segala segi dari Islam. Kita dapat mengambil manfaat dari kemajuan teknologi Barat, tapi tidak dapat meniru pandangan hidup Barat yang sama sekali berbeda dari pandangan hidup Islam.

Seni Rupa Dalam Kebudayaan Islam

Boleh tidaknya penciptaan gambar dalam kebudayaan Islam masih menjadi perdebatan. Sebagian tokoh Islam menyatakan, penciptaan gambar dilarang, apalagi yang menggambarkan mahluk hidup.

Sebagian lainnya menyatakan, penciptaan gambar diizinkan sepanjang untuk tujuan-tujuan baik, seperti untuk pendidikan misalnya, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Quran sendiri tidak ada menyebutkan penciptaan gambar dilarang, pelarangan disebutkan ada dalam sejumlah hadis.

Sejumlah tokoh Muslim menyatakan seni itu, termasuk penciptaan gambar, diizinkan dalam ajaran Islam. Qurais Sihab tokoh pemikir Muslim menyatakan, Islam agama fitrah. Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya dan yang mendukung kesucian ditopangnya. Seni adalah fitrah; kemampuan berseni merupakan perbedaan manusia dengan mahluk lain.

Pendapat Qurais Sihab yang memperbolehkan seni dalam kehidupan manusia, satu dari sejumlah pendapat tokoh pemikir Muslim. Adanya lampu hijau dari sejumlah tokoh Muslim memberi peluang bagi para seniman untuk tetap berkarya dan menciptakan senirupa. Penciptaan gambar dalam kebudayaan Islam disesuaikan dengan nilai-nilai Islam, sehingga penciptaan gambar dalam kebudayaan Islam kaya dengan berbagai corak dan nilai-nilai estetika.


Gambar Dekoratif

Gambar mahluk hidup seperti hewan dan manusia direduksi menjadi motif-motif dekoratif dalam kebudayaan Islam. Gambar dekoratif menjadikan gambar tidak lagi tampak seperti aslinya yang dilihat mata. Gambar wayang misalnya, salah satu gambar dekoratif yang muncul dari pengaruh Islam di Nusantara. Wayang pada awalnya digambarkan sesuai dengan anatomi manusia baik pada bentuk maupun proporsinya. Gambar wayang setelah digubah menjadi dekoratif. Tidak lagi terkesan manusia, tetapi tetap sekedar sebagai gambar wayang. Meski demikian, penggambaran dalam corak dekoratif, tidak mengurangi keindahan gambar. Gambar wayang dalam corak dekoratif, justru tampak lebih indah dari sebelumnya.

Gambar dekoratif juga muncul di berbagai kebudayaan lain di dunia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Gambar-gambar dekoratif ditemukan di sejumlah negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Persia, Irak, Turki, Pakistan dan sejumlah negara lainnya. Lukisan yang menggambarkan orang menunggang kerbau dan dua orang pengawalnya dengan latar belakang pepohonan dibuat pada permukaan mangkuk. Lukisan ini diperkirakan dari abad ke-12 dari dinasti Seljuk Persia.

Lukisan dalam corak dekoratif lainnya ditemukan di Turki. Lukisan ini menggambarkan pemakaman Sultan Murad III, dibuat sekitar abad ke-16. Lukisan-lukisan dekoratif lainnya juga banyak dijumpai dalam bentuk miniatur (ilustrasi buku) dalam kebudayaan Islam.


Seni Rupa dalam Kebudayaan Islam

Adanya pendapat melarang menggambar mahluk hidup tidak membuat seniman Muslim kehilangan kreativitas. Adanya larangan ini mendorong sejumlah seniman Muslim mencari solusi-solusi agar tetap dapat berkarya, namun tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Munculah berbagai ide kreatif dalam menciptakan karya seni rupa yang justru memperkaya corak dan estetika senirupa di dunia Muslim.

Gambar-gambar dekoratif, abstrak, hingga kaligrafi muncul dan berkembang pesat di dunia Muslim. Seni kaligrafi bahkan menjadi seni yang sangat menonjol melebihi kaligrafi-kaligrafi dari bangsa manapun di dunia ini.

Seni Rupa Abstrak

Senirupa abstrak berkembang pesat dalam senirupa Islam. Senirupa abstrak muncul dalam karya lukisan, grafis, maupun hiasan dalam arsitektur bangunan-bangunan keagamaan atau bangunan-bangunan umum. Jika bangunan-bangunan keagamaan maupun umum di Eropa, dipenuhi dengan gambar-gambar representasional, di dunia Islam justru gambar-gambar representasional tidak muncul.

Corak abstrak mendominasi hiasan-hiasan bangunan di dunia Islam. Keindahan corak abstrak ini bahkan mempengaruhi seniman Eropa terkenal Mauritis Cornelis Escher.

Herbert Read penulis terkenal senirupa moden dari Barat menegaskan, sejumlah seniman Eropa menunjukkan jejak-jejak pengaruh seni Islam. Karya seni Escher menunjukkan adanya pengaruh setelah perjalanannya di wilayah dunia Muslim terutama di Tunisia, Afrika Utara. Karya-karya Escher yang memberi pengaruh optis pada pemirsa terinspirasi dari dekorasi masjid Al Hambra.


Karya seniman besar Escher yang sudah sangat terkenal antara lain berjudul Sun and Moon. Karya Escher ini menggambarkan burung merpati putih dan abu-abu dalam pola-pola geometris dalam komposisi balans simetris. Centre of interest atau pusat perhatian lukisan terletak pada tengah-tengah bidang gambar. Burung merpati putih dan abu-abu dengan pola-pola geometris disusun secara berdempetan tanpa ruang sela di antara keduanya. Pembatas hanya berupa kontur yang membentuk gambar merpati putih dan abu-abu. Karya Escher terkenal lainnya adalah Day and Night. Karya ini menggambarkan sekawanan burung putih dan hitam terbang di atas awan dalam bentuk geometris.

Komposisi karya seperti ini merupakan ciri khas pada seni rupa Islam berupa stilisasi berbagai bentuk tanaman atau mahluk hidup yang disusun silang menyilang, sehingga tidak menyisakan ruang. Unsur-unsur senirupa berupa amorf, geometrik, maupun biomorphic Islam sangat kuat pada karya seni rupa seperti itu.

Seni Kaligrafi

Senikaligrafi berkembang pesat di dunia Islam. Sifat aksara Arab yang fleksibel untuk digubah menjadi garis-garis artistik telah melahirkan berbagai jenis aksara Arab. Ada ribuan jenis aksara Arab, namun pada dasarnya bentuk aksara Arab dapat dikategorikan dalam delapan jenis bentuk baku, yaitu naskhi, kufi, thuluts, diwani, diwani jali, riqah, farisi, dan raihani.


Ismail R. Al Faruqi seorang ahli kebudayaan Islam menggolongkan beberapa jenis seni kaligrafi kontemporer yang berkembang di dunia Muslim. Jenis kaligrafi ini antara lain jenis kaligrafi tradisional, kaligrafi figural, kaligrafi ekspresionis, kaligrafi simbolis dan kaligrafi abstrak murni.

Seni kaligrafi, juga muncul di Indonesia. Sejumlah pelukis kontemporer menggunakan media ini untuk ekspresi karya seninya. Para pelukis yang menggunakan aksara Arab sebagai media ekspresi seninya antara lain Abdul Djalil Pirous, Abay Subarna, Syaiful Adnan, Amri Yahya, Agus Kamal dan Hendra Buana.

Indonesia, negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar di dunia, namun demikian tulisan Arab hanya dipelajari dan dipergunakan dalam pendidikan di sekolah-sekolah Islam dan tidak diajarkan di sekolah umum. Tulisan Arab juga tidak menjadi tulisan resmi. Dalam sejarah Indonesia, aksara Arab pernah dipergunakan sebagai tulisan resmi pada zaman kesultanan Iskandar Muda di Aceh (1607-1636).

Tulisan Arab meskipun tidak menjadi tulisan resmi, alangkah baiknya jika seni kaligrafi juga diajarkan di sekolah-sekolah. Insitut seni di Indonesia juga belum mengajarkan seni kaligrafi. Universitas Negeri Medan yang juga memiliki Fakultas Bahasa dan Seni satu-satunya di Sumatera Utara juga tidak pernah memasukkan seni kaligrafi sebagai matakuliah. Sebenarnya ini sebuah ironi, karena seni yang sangat menonjol dari dunia Islam justru tidak pernah dipelajari di tengah-tengah masyarakat muslim terbesar di dunia. Sementara di negeri-negeri Barat, kaligrafi ini tengah dipelajari dengan antusias oleh para ahli.

http://www.analisadaily.com


Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2009/10/seni-rupa-dalam-kebudayaan-islam.html#ixzz2MllqormR

Musik Yang Tidak Melalaikan


oleh Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar
Dewasa ini nyaris tidak ada orang yang tidak mengenal musik dalam berbagai bentuknya.  Musik hadir tidak cuma di acara seni, budaya atau pesta, namun juga di upacara kenegaraan, olahraga, berita televisi, hingga acara-acara keagamaan.  Kalau di agama Nasrani atau Hindu, musik memang dari dulu bagian integral dari ritual.  Namun meski tidak menjadi rukun ibadah, makin banyak acara keislaman yang diiringi dengan musik.  Alhamdulillah, belum perlu ada shalat atau khutbah yang diiringi musik.  Kalau seperti itu jelas bid’ah.  Namun cobalah tengok berbagai majelis dzikir, tabligh akbar atau istighotsah.  Makin banyak suara musik yang menjadi latar agar persiapan lebih syahdu, agar pergantian acara lebih segar, atau agar suasana do’a lebih berkesan.
Sebagian orang menyangka bahwa musik memang terkait hadharah, dan orang Islam tidak pantas ikut-ikutan.  Sebagian ulama bahkan dengan tegas mengharamkan musik.  Namun kalau kita merujuk kepada nash, akan ditemukan sejumlah dalil bahwa Rasul membolehkan bahkan menganjurkan memainkan musik, seperti saat hari raya atau saat ada pesta pernikahan.  Tentu saja, kehalalan ini bersyarat, yakni tidak ada isi lagu atau syair yang bertentangan dengan Islam, tidak ada aurat yang dipamerkan, tidak ada ikhtilat (campur aduk antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram) dan tidak menghabiskan waktu dengan musik sampai melalaikan berbagai kewajiban syar’i.  Kalau syarat ini tidak dipenuhi, niscaya musik itu akan melalaikan manusia dari cahaya iman, dari dakwah, dari jihad, bahkan dari memenuhi kewajiban fardhiyahnya.  Musik jadi isi hidupnya.  Musik bermetamorfosis menjadi agamanya.  Dan para musisi menjadi para Nabi atau bahkan Tuhan yang disembahnya.  Inilah yang terjadi di dunia Barat sekarang ini.
Ketika Khilafah Islam jaya, musik tidak pernah menjadi sesuatu yang melalaikan.  Bahkan kaum Muslimin pernah ikut berkontribusi dalam teknologi musik.
Sejumlah besar alat musik yang dipakai di musik klasik Barat dipercaya berasal dari alat musik Arab.  Lute  berasal dari “al-’ud”, rebec (pendahulu dari violin) dari “rabab”, guitar  dari “qitara”, naker  dari “naqareh”, adufe  dari “al-duff”, alboka  dari “al-buq”, anafil  dari “al-nafir”, exabeba (flute)  dari “al-syabbaba”, atabal (bass drum)  dari “al-tabl”, atambal  dari “al-tinbal”, sonajas de azofar  dari “sunuj al-sufr”, dan masih puluhan alat musik lainnya yang ternyata berakar dari alat musik Arab.
Mengapa bisa demikian?  Apakah karena memang orang Arab dulu senang dengan musik?  Ternyata kalau cuma itu halnya, pastilah musik mereka tidak akan mendunia.
Penyebabnya ada dua: pertama, adalah kenyataan (lagi…)

TASAMUH - Toleransi Dalam Islam



Tasamuh adalah sikap tenggang rasa terhadap sesama dalam masyarakat dimana kita berada.

Tasamuh yang juga seriang disebut toleransi dalam ajaran Islam adalah toleransi sosial kemasyarakatan, bukan toleransi di bidang aqidah keimanan. Dalam bidang aqidah keimanan, seorang muslim meyakini bahwa Islam satu-satunya agama yang benar yang diridhoi Allah SWt.
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الإِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
("Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanya Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi AlKitab, kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian diantara mereka. barang siapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya) ( Ali Imron 19)

Sikap yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak sesuai dengan keimanan seorang muslim dan tidak relevan dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan kemasyarakatan Islam sangat menekankan prinsip tasamuh. Setiap muslim diperintahkan untuk bersikap tasamuh terhadap orang lain yang berbeda agama atau berbeda pendirian.

Perbedaan pendapat antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam masyarakat sudah menjadi ketentuan Allah yang diberikan kepada setiap individu manusia.

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah s.a.w, tasamuh telah ditampakan pada masyarakat Madinah. Pada saat itu Nabi dan kaum muslimin hidup berdampingan dengan masyarakat Madinah yang beragama lain.

Tasamuh atau sikap tenggan rasa dapat memelihara kerukunan hidup dan memelihara kerja sama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Tasamuh berfungsi sebagai penertib, pengaman dan pendamai dalam komunikasi dan interaksi sosial.

Dalam mengamalkan tasamuh kita dianjurkan supaya melakukan hal-hal diantaranya:

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
يا ايها النا س انا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلنكم شعوبا وقبا ئل لتعا رفوا ان اكرمكم عند الله اتقكم ان الله عليم خبير 
(" Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu sekalian dari seorang dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan berkabilah-kabilah supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqqa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui dan Maha Mengenal") (Al Hujurat 13)

2. Mengembangkan sikap tenggang rasa
Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling menjelekan dan lain sebagainya.

3. Tidak semena-mena terhadap orang lain
Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah tengah masyarakat, kita juga tidak dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat melakukannya.
" Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhdap suatu kaum mendorong kamu untukberlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan taqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Maidah 8)

4. Gemar Melakukan kegiatan kemanusiaan
من نفٌس عن مؤ من كربت من كرب الدني نفٌس الله عنه كربة من كرب يوم القيا مة ومن يسٌر على معسر يسٌز الله عليه فى الدنيا و الآخرة
Barang siapa yang melapangkan kehidupan dunia orang mukim, maka Allah akan melapangkan kehidupan orang itu di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan kesusahan orang yang dalam kesusahan, Allah akan menghilangkan kesusahan orang itu di dunia dan akhirat. (HR Muslim)


Sejarah Sunan Ampel

Sejarah Sunan Ampel dalam penyebaran Agama Islam di tanah Jawa. Sunan Ampel adalah putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi.
Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya ( kota Wonokromo sekarang).
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang.
Setelah tiga tahun di Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya. Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban.
Dari perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.

Bersentuhan dengan isteri batal wudhu?


Diasuh Oleh Ust. Taufik Hamim Effendi, Lc., MA
Pertanyaan:
Assalamu alikum wr wb
Pak  ustaz yang terhormat, saya ingin bertanya  apakah bersentuhan  dengan istri
Membatalkan hudhu apakah  ada hadist dan dalilnya  ….?
Sebab  ada  beberapa ulama yang bilang  batal dan ada yang tidak
Terima kasih  sebelumnya
Salam
Maulana
Jawaban:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saudara Maulana  yang dirahmati Allah SWT dan netters eramuslim yang berbahagia di mana pun anda berada, semoga Allah SWT melimpahkan kebaikan-Nya kepada kita semua karena kesungguhan kita untuk mengetahui persoalan ibadah. Amin.
Bersentuhan dengan kulit lawan jenis khususnya dengan isteri atau suami apakah dapat membatalkan wudhu atau tidak, ada tiga pendapat ulama yang berbeda:
Pertama: Tidak membatalkan wudhu, ini adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara muthlaq, wanita itu isterinya atau pun bukan, dengan syahwat atau tidak dengan dengan syahwat.
As-Sarkhasi rahimahullah berkata: “Tidak wajib wudhu karena mencium atau menyentuh wanita, dengan syahwat atau tidak dengan syahwat”.
Dalil mereka:
Dalil pertama: Pada dasarnya wudhunya tidak batal kecuali bila ada alil yang shahih dan terang.
Dalil kedua: ada beberapa hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak kembali berwudhu setelah  menyentuh Aisyah. Aisyah RA berkata: “Dahulu aku tidur di depan Rasulullah SAW dan kedua kakiku ada di arah qiblatnya, dan bila sujud beliau menyentuhku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Aisyah RA juga berkata: “Suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW dari tempat tidur maka kau mencarinya lalu tanganku memegang kedua telapak kakinya”.
Dalil ketiga: makna “لامستم النساء” adalah jima’, seperti halnya firman Allah SWT: “ولم يمسسني بشر”
Kedua: Membatalkan wudhu
Pendapat Madzhab As-Syafi’iyyah: bahwa seorang laki-laki yang menyentuh kulit isterinya atau wanita lainnya yang bukan mahram dapat membatalkan wudhu, walau pun menyentuhnya tanpa diiring dengan syahwat. Dalil mereka adalah:
Imam  Syafi’I rahimahullah menafsirkan kata “لا مستم النساء” dalam surat Al-Maidah ayat 6 adalah bertemunya kulit dengan kulit walau pun tidak terjadi jima’. Alasannya adalah :
Alasan pertama: Bahwa Allah SWT menyebutkan kata “Janabah” di awal ayat ini kemudian mengikutinya dengan menyentuh wanita
Maka ini menunjukan bahwa menyentuh wanita sebagai hadats kecil seperti buang air besar, dan itu semua bukan “janabah”, maka maksud “لا مستم النساء di sini adalah menyentuh kulit walau pun tidak terjadi jima’.
Alasan kedua: dari sisi bahasa Arab kata “لا مس” maknanya “لمس” sebagaimana dalam qira’ah lainnya, dan semuanya bermakna bertemunya kulit dengan kulit, Allah berfirman “فلمسوه بأيديهم” (QS. Al-An’am)
Alasan ketiga: Abdullah bin Umar RA berkata: “Seorang laki-laki mencium isterinya dan جسها (menyentuhnya) dengan tangannya  termasuk “الملامسة” (menyentuh), dan barang siapa yang mencium ietrinya atau menyentuh dengan tangannya maka wajib baginya berwudhu”. (HR. Malik dalam Muwattha’ dengan sanad shahih).
Menyentuh wanita dapat membatalkan waudhu dengan syarat: 1. dengan lawan jenis 2. Bersentuhan kulit 3. Tidak ada penghalang (seperti pakaian/kain) 4. Kedua sudah baligh 5. Bukan mahram.
Sedangkan pendapat ketiga: pendapat madzhab Al-Malikiyah dan Madzhab Al-Hanabilah, mereka menghimpun dalil dari dua pendapat sebelumnya, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita yang dapat membatalkan wudhu adalah bertemunya kulit dengan kulit bila diiringi dengan syahwat, dan inilah yang dimaksud dari ayat  “لامستم النساء”, adapun jika hanya bersentuhan tanpa syahwat seperti dalam kisah Aisyah RA di dua hadits yang disebutkan di atas maka tidak membatalkan wuhdu.
Sebab perbedaan
Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menyebutkan sebab perbedaan pendapat diantara mereka dalam hal ini adalah karena kata اللمس  dalam bahasa arab bermakna menyentuh dengan tangan dan makna lainnya adalah jima’ (senggama)
Jadi pendapat yang mengatakan اللمس  adalah menyentuh dengan tangan  maka sekedar bersentuhan saja sudah dapat membatalkan waudhu, seperti pendapat kedua.
Pendapat yang mengatakanاللمس  bermakna jima’ maka hanya sekedar bersentuhan tidak dapat membatalkan wudhu,seperti pendapat pertama.
Pendapat lainnya bila bersentuhannya tidak dengan rasa nikmat atau dengan syahwat maka tidak membatalkan wudhu, bila dengan syahwat maka membatalkan wudhu, seperti pendapat ketiga.
Nah di sini kita diajarkan bisa lebih bersikap dewasa dan bijak serta mengedapankan ukhuwah, tidak mengatakan yang lainnya salah dan hanya ini yang paling benar.
Tidak sedikit riwayat yang menggambarkan sikap toleransi yang perlihatkan oleh para ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan yang bersifat furu’iyah, silahkan anda bisa mengikuti pendapat yang anda yakini. Namun perlu dicatat, bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram tidak diperbolehkan dalam Islam. Wallahu a’lam.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Rabu, 25 Februari 2009

Imam Bukhari

Imam Bukhari, bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Imam Bukhari dilahirkan pada malam Jum'at tanggal 13 Syawwal 194 H/810 M di Bukhara, sebuah kota di Uzbekistan, bekas wilayah Uni Soviet.

Ayahnya bernama Ismail bin Ibrahim, salah seorang ulama hadis ternama pada masanya. Ia belajar hadis dari Hammad bin Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya ditulis Ibnu Hibban dalam kitab al-Tsiqah. Demikian juga dengan Imam Bukhari, menulis riwayat hidup ayahnya dalam kitab al- Tarikh al-Kabir. Ayahnya adalah seorang yang alim, wara’ dan taqwa. Bahkan menjelang wafat, ia sempat menjelaskan, hartanya tidak terdapat uang haram atau syubhat sedikitpun.

Sejak kecil Imam Bukhari telah mencurahkan perhatiannya mempelajari hadis dan ilmu hadis. Pada usia 10 tahun, Bukhari sudah banyak menghafal hadis. Bukhar dikenal rajin, tekun dan juga sangat cerdas. Sehingga tidak mengherankan, sebelum usia 16 tahun Bukhari berhasil menghafal dua buah kitab hadis secara utuh karya Imam Ibnu al-Mubarak dan kitab Imam Waki'.

Bukhari juga tidak hanya menghafalkan matan hadis dan kitab-kitab ulama terdahulu, namun Bukhari juga mengenal secara rinci biografi para perawi hadis, lengkap dengan data tanggal lahir, tahun wafat dan tempat lahir mereka.

Tahun 210 H, saat genap berusia 16 tahun, Bukhari bersama ibu dan saudaranya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. selain untuk menunaikan ibadah haji, Bukhari juga menetap di Hijaz, Mekkah selama 6 tahun. Di kota itulah dia menempa diri untuk mereguk ilmu yang diinginkan. Kadangkala dia pergi ke Madinah. Di kedua kota suci itulah Imam Bukhari menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar al-Jami’ al-Sahih.

Beliau menulis al-Tarikh al-Kabir di sisi makam Rasulullah saw dan sering menulis pada malam hari di bawah terang bulan. Dan menulis tiga kitab, al-Tarikh al-Sagir (yang kecil), al-Awsat (yang sedang) dan al-Kabir (yang besar). Ketiga buku itu menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai Rijal al-Hadis.

Selain singgah ke Makkah dan Madinah, Bukhari juga berkunjung ke Maru, Naisabur, Ra'y, Baghdad, Bashrah, Kufah, Mesir, Damaskus dan 'Asqalan. Dari kota dan negeri Islam ini, Bukhari tercatat pernah meriwayatkan hadis dari ulama penghafal hadis, diantaranya, Makki bin Ibrahim al-Balakhi, 'Abd bin Usman al-Marwazi, Abdullah bin Musa al-Qaisi, Abu 'Ashim al-Syaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Abu Nu'aim al-Fadhl bin Dikkin, Ali bin al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in Ismail bin Idris al-Madani, Ibnu Rahawaih dan lain-lain.

Ada hal menarik ketika di Baghdad. Bukhari pernah diuji 10 pakar ilmu hadis. Para ulama ini sengaja melakukanya untuk mengetahui kemampuan Imam Bukhari dalam ilmu hadis. Dari 10 ulama ini, setiap orang membacakan sepuluh hadis kepada Bukhari. Para penguji mengganti atau membalik isnad dan matan hadis serta menempatkannya secara acak. Satu persatu dari 10 ulama hadis ini menanyakan 10 hadis yang telah mereka persiapkan. Imam Bukhari dengan sangat tenang memaparkan, mengurutkan hadits-hadits yang diacak pada susunan yang semestinya.

Karena kemapuan dan kecerdasannya, tidak sedikit Bukhari mendapat pujian dari ulama, rekan, maupun generasi sesudahnya. Imam Abu Hatim al-Razi misalnya, berkata: “Khurasan belum pernah melahirkan seorang yang melebihi Bukhari. Di Irak pun tidak ada yang melebihi darinya." Demikina juga dengan Imam Muslim pernah mencium di antara kedua mata Imam Bukhari seraya berkata: “Guru, biarkan aku mencium kedua kakimu. Engkaulah Imam ahli hadis dan dokter penyakit hadis.”

Termasuk generasi sesudah Imam Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani pernah berujar: “Seandainya pintu pujian dan sanjungan masih terbuka bagi generasi sesudahnya, niscaya kertas dan nafas akan habis. Karena ia (Imam Bukhari) bagaikan laut yang tak berpantai.”

Menurut Imam Ibnu Ishaq bin Rawahaih, salah seorang guru Bukhari mengatakan: "Seandainya Imam Bukhari hidup pada masa al-Hasan, pasti akan banyak orang yang membutuhkannya dalam ilmu hadis serta mengetahui kealiman dan kefaqihannya." Imam Abu Nu'aim dan Ahmad bin Hammad berkata: "Imam Bukhari adalah orang yang paling faqih dari umat ini."

Melihat kepakaran Imam Bukhari dari kegighannya mendalami hadits, sedertet nama besar para pakar hadits pernah ia kunjungi untuk belajar. “Aku menulis hadits dari 1.080 guru, yang semuanya adalah ahli hadis yang berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan.”

Di antara para guru itu adalah Ali bin al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Maki bin Ibrahim al-Balkhi, Abdullah bin Usman al-Marwazi, Abdullah bin Musa al-'Abbasi, Abu 'Asim al-Syaibani, Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Muhammad bin Yusuf al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab sahihnya sebanyak 289 guru. Hal ini dapat kita peroleh dari jumlah guru beliau yang riwayatnya terdapat dalam Shahih Bukhari. (Muhammad Muhammad Abu Syuhbah:314-315).

Selain memiliki sekian banyak guru, Imam Bukhari juga meninggalkan sederet murid-murid yang juga pakar di bidang hadits. Diantara murid-muridnya, yang paling terkenal adalah Imam Muslim bin Hajjaj, Imam al-Tirmizi, Imam Abu Zur'ah, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Abu Dawud, Imam al-Nasa'I, Imam Muhammad bin Yusuf al-Firyabi, Ibrahim bin Mi’yal al-Nasafi, Hammad bin Syakir al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi.

Di sisi lain, Imam Bukhari tidak hanya sekadar pakar dalam bidang hadis tapi juga seorang yang pakar di bidang fiqih, sejarah maupun dalam cabang ilmu keislaman lainnya. Termasuk yang jarang diungkap, Imam Bukhari termasuk pemanah ulung. Pada sebuah riwayat, Imam Bukhari sepanjang hidupnya hanya dua kali mata panahnya meleset dari sasaran.

Pakar hadits kharismatik ini wafat hari Sabtu malam 1 Syawwal 256 H pada usia 62 tahun 13 hari di Khartank, sebuah kampung yang tidak jauh dari kota Samarkand. Sebelum wafat, Imam Bukhari berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah shalat Zuhur, bertepatan dengan perayan kemenangan kaum Muslimin di Idul Fitri saat itu.

Karya-karya Imam Bukhari
Sebagai salah seorng ulama yang produktif menulis, Imam Bukhari telah menyumbangkan sejumlah karya kepada umat Islam, diantaranya:
1)al-Tarikh al-Shagir
2)al-Tarikh al-Awsath
3)al-Dhu'afa
4)Kitab al-Kuna
5)al-Adab al-Mufrad
6)al-Jami' al-Shahih (yang kemudian dikenal dengan Shahih al-Bukhari)
7)Raf'u al-Yadain fi al-Shalat
8)Khair al-Kalam fi al-Qira'at Khalfa al-Imam
9)al-Asyribah
10)Asami al-Sahabah
11)Birr al-Walidain
12)Khalq Af'al al-'Ibad
13)al-'Ilal fi al-Hadis
14)al-Musnad al-Kabir
15)al-Wihdan
16)al-Mabsuth
17)al-Hibah
18)al-Fawaid
19)Qadhaya al-Sahabat wa al-Tabi'in
20)al-Tafsir al-Kabir (Tarikh Ibnu Katsir:juz 11:24), (Ibnu Hajar al-Asqallani:juz 2:193), (M. Abu Zahu:356).

Qanaah dan Tasamuh

1. Pengertian Qana’ah

Qana‟ah artinya sikap merasa cukup atau menerima apa adanya terhadap segala usaha yang telah dilaksanakannya. Sifat qana‟ah akan mengendalikan diri seseorang dari keinginan memenuhi hawa nafsu. Sebagai seorang muslim yang berjiwa kuat, sikap qana’ah tentunya sangat penting untuk dimiliki. Dengan sikap qana’ah seorang muslim akan terhindar dari rasa rakus dan serakah ingin menguasai sesuatu yang bukan miliknya. Seseorang yang memiliki sikap qana’ah akan merasa kecukupan dan selalu berlapang dada. Dalam dirinya yakin akan apa yang ia peroleh dari usahanya adalah atas kehendak Allah SWT. Ia sadar bahwa hanya Allah yang mengatur rejeki, hidup, mati dan jodoh seseorang.
Rasulullah SAW bersabda :

 عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ عُمَرَقاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْاَفْلَحَ مَنْ اَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًاوَقَنَّعَهُ اللهُ بِماَاتَهُ (رواه مسلم)

  • ”An abdillahibni ’umara qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama qad aflaha man aslama waruziqa kafafan wa qanna’ahullahu bima atahu”. (HR. Muslim)
  • Artinya : ”Abdullah bin Umar berkata, ”Bersabda Rasulullah SAW, ”Sungguh beruntung orang-orang yang masuk Islam, mendapat rejeki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim)

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : قَالَ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلكِنَّ الْغِنَى غِنىَ النَّفْسِ (رواه البخارى ومسلم)

  • “An abi hurairata radiyallahu ‘anhu qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama laisal gina ’ankasratil aradi walakinnalgina ginannafsi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Rasulullah saw bersabda, ” Bukannya kekayaan itu karena banyak hartanya, melainkan kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hatinya”. ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Membiasakan Perilaku Qana’ah
Sikap qana’ah perlu kita bina sejak masih kecil. Sikap qana’ah ini berkaitan erat dengan berapa dan apa harta yang ia dapatkan di dunia. Jika kita mampu mengendalikan diri dari urusan-urusan dunia, maka pembiasaan qana’ah inilah yang berperan aktif. Pembiasaan qana’ah dapat diterapkan dengan hidup sederhana, mensyukuri setiap mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan tidak mengeluh atas kondisi hidup yang sedang dijalaninya.
Qana’ah dalam kaitannya dengan siswa dapat dibiasakan melalui pemberian uang jajan yang tidak melebihi batas kewajaran. Setiap siswa pasti mendapatkan uang jajan dari orang tuanya ketika pergi ke sekolah. Sebagai siswa yang baik, kamu harus mensyukuri berapapun uang yang dikasih oleh orang tua. Bahkan kalau perlu kamu tidak jajan dan menabung uang tersebut.
3. Contoh perilaku Qana’ah
Perhatikan pengalaman hidup berikut !
a. Shofa adalah seorang siswa kelas 9 di sebuah SMP swasta favorit di Kota Jayapura. Setiap hari ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Padahal jarak rumah menuju sekolahnya kurang lebih 9 KM. Shofa bersyukur kepada Allah SWT, karena orang tuanya masih mampu menyekolahkan sampai tingkat SMP. Ia berangkat ke sekolah pagi-pagi benar agar tidak terlambat datang ke sekolah. Shofa tidak merasa canggung dengan teman-temannya yang berasal dari perkotaan. Teman-temannya dari kota difasilitasi oleh orang tuanya sepeda motor. Shofa tetap setia berjalan kaki pergi ke sekolah. Walaupun sebenarnya orang tuanya sudah membelikan sepeda motor. Bagaimana sikap kamu jika menjadi Shofa ?
Berikut beberapa sikap yang mencerminkan qanaah :
  1. Senantiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT
  2. Hidup sederhana
  3. Senantiasa mau berinfak  dijalan Allah SWT
  4. Tidak putus asa / cemas dalam menghadapi masalah
4. Fungsi bersikap Qana’ah
Bersikap qana’ah berarti menanamkan pola hidup sederhana. Qana’ah tetap dilakukan ketika dalam keadaan miskin atau ketika sudah merasa kecukupan hidup di dunia. Sikap qana’ah merupakan sikap yang baik dan perlu dilestarikan, karena qana’ah memiliki fungsi bagi kehidupan umat Islam di dunia ini. Diantaranya adalah :
a. Mendidik pola hidup sederhana
b. Mendidik perilaku yang ikhlas terhadap segala kejadian
c. Meningkatkan keimanan, ketakwaan dan tawakkal
d. Meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt

B. Tasamuh

1. Pengertian Tasamuh
Secara bahasa tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling menghormati terhadap hak atau kepentingan orang lain. Sedangkan secara istilah tasamuh adalah satu sikap yang senantiasa saling menghormati dan menghargai sesama manusia.
Toleransi merupakan sebuah sikap yang sangat terpuji. Karena didalamnya mengandung unsur-unsur persamaan hak dan kewajiban. Karena masing-masing individu atau kelompok atau bahkan masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dengan mengedepankan sikap tasamuh, maka akan terjalin hubungan yang positif, nyaman dan damai antar sesama manusia.
Selain kebutuhan yang bersifat fisik, manusia juga memerlukan kebutuhan yang bersifat rohani. Diantara bentuk kebutuhan rohani adalah rasa kasih sayang, toleransi, kebersamaan, penghargaan atas prestasi, pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka manusia tidak akan mampu bertahan hidup sendirian. Ia akan membutuhkan orang lain dalam situasi dan kondisi tertentu. Untuk itulah perlunya sikap saling menghargai antar sesama manusia.
Agama Islam secara tegas menyatakan bahwa sikap tasamuh tidak memandang suku, bangsa, agama dan ras. Di hadapan Allah swt, semua manusia dalam posisi yang sama. Satu yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan kita terhadap Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt berikut ini :
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اِناَّخَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَّقَباَئِلَ لِتَعَارَفُوْاط اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَيكُمْط اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ(الحجرات :
  • ”Ya ayyuhannasu inna khalaqnakum min dakarin wa unsa waja’alnakum syu’uban waqabaila lita’arafu. Inna akramakum ’indallahi atqakum. Innallaha ’alimun khabirun”. (QS. Al- Hujurat : 39/13)
  • Artinya : ”Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al- Hujurat : 49/13)
Sikap tasamuh atau toleransi hanyalah berlaku bagi urusan-urusan di dunia. Apabila menyangkut urusan akherat, maka ada syariat tersendiri. Karena setiap pribadi pada kehidupan akherat membawa catatan perbuatannya sendiri. Untuk itu diperlukan sikap toleransi dalam urusan-urusan tertentu. Jika pada masalah pokok agama, maka tidak diperkenankan adanya toleransi.
Sedangkan jika pada masalah-masalah teknis atau ibadah gairu mahda diperlukan sikap toleransi. Karena tanpa adanya toleransi tentunya yang ada hanyalah perdebatan-perdebatan dan akhirnya berujung pada pertengkaran yang panjang. Untuk itulah, sikap tasamuh sangat penting bagi setiap individu yang menginginkan kedamaian, ketentraman dan kesejukan dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah swt berikut :
”Allahu rabbuna warabbukum, lana a’maluna walakum a’malukum. La hujjata bainana wabainakum. Allahu yajma’u bainana. Wailahil masiru”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Artinya : ”Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah SWT mengumpulkan antara kita dan kepada Allah SWT lah (kita) kembali”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Sabda Rasulullah SAW
”Masalulmukmini fi tawaddihim watarahumihim wata’atufihim kamasaliljasadi idasytaka minhu ’udwun tada’a lahu sairuljasadi bissahari walhumma”. (HR. Bukhari : 5552)
Artinya : Perumpaan orang beriman di dalam cinta mencintai, sayang menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh yang lainnya turut merasakannya yaitu tidak dapat tidur dan merasa panas”. (HR. Bukhari 5552)
2. Contoh perilaku tasamuh
  • Pada hari Minggu warga perumahan Persada Bumi Putra Sragen mengadakan kerja bakti dalam rangka menyambut peringatan HUT RI Ke- 55. Pak Yohanes adalah salah seorang warga perumahan yang beragama Kristen. Sebelum berangkat ke gereja, Pak Yohanes menyampaikan permohonan maaf kepada warga bahwa ia datang terlambat karena mengikuti kebaktian di gereja. Semua warga kemudian memakluminya.
  • Pada saat bulan Ramadhan, warung makan Bu Sumini menutup warungnya selama sebulan penuh. Karena warungnya berada di sekitar masjid. Untuk menghormati umat Islam yang sedang menjalankan puasa, ia kemudian bekerja di tempat lain.
  • Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk beribadah
  • Tidak menghina atau mencela penganut agama lainnya
  • Bekerja sama adalam bidang ekonomi sosial, meskipun berbeda agama.
3. Fungsi bersikap tasamuh
  • Menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam pergaulan antar sesama umat manusia
  • Memperbanyak persaudaraan dan persahabatan
  • Menunjukkan jiwa besar yang mau mengalah untuk kepentingan bersama
  • Menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri maupun pada orang lain

Pacaran Dalam Islam? Memang Boleh!

Jika kita tilik dari segi bahasa, darimana sih kata ‘pacaran’? Ternyata akan kita dapati kata tersebut berasal dari bahasa Jawa yang kata dasarnya ‘pacar’. Pacar adalah suatu jenis bunga berwarna tertentu yang biasanya dipakai/dihancurkan untuk mewarnai kuku pada wanita yang sedang menikah untuk menyambut suaminya pada malam pertamanya. Tapi kita tidak akan membahas ‘pacaran’yang ini.
Dan pacaran yang kita dapati saat ini adalah bermakna memadu cinta dari lawan jenis, saling mengasihi, saling mencintai, saling menyayangi dan melakukan kegiatan layaknya orang yang saling mencinta, seperti gandengan tangan, berdua-duaan. Bagaimana hukum pacaran dalam Islam? Ya, sesuai dengan judul artikel ini : memang boleh! tapi dengan syarat, yaitu dengan dihalalkan terlebih dahulu hubungan mereka dengan cara pernikahan. Pacaran dalam Islam itu sangat dianjurkan terutama setelah halal. Hukum pacaran dalam Islam akan menjadi haram apabila dilakukan sebelum menikah. Sesuai dengan beberapa hadis
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang)” [Al-Israa : 32]
Barangsiapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia berdua-duaan dengan perempuan yang tidak ada bersamanya seorang muhrimnya karena yang ketiganya di waktu itu adalah setan.”
“Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Ar-Ruyani di dalam kitab Musnad-nya (227/2)
pacaran dalam islam
Nah, sekedar berdua-duaan saja atau menyentuh saja tidak boleh, apalagi pacaran sebeulum halalnya? Bisa jadi muncul sebuah pertanyaan, saya sudah cinta banget, gimana nih? Itu simpel saja, yaitu halal kan hubungan dengan menikah. Apa yang menahanmu dari sunah rasulallah yang sangat disarankan ini. Soal rezeki? Menyikapi soal rezeki yang dirasa tidak cukup untuk kehidupan rumah tangga ini, Ippho Santosa memberikan perumpamaan “Hidup sendiri-sendiri saja cukup rezekinya, bagaimana jika dua rezeki digabungkan(menikah)? tentu akan lebih besar kan? menikah itu meluaskan rezeki” begitu kira-kira tutur Ippho Santosa. Menikah itu berpahala. Dan yakinlah yang menyediakan rezeki itu bukan manusia tapi Allah SWT.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.”
(QS. An Nuur (24) : 32)
Begitulah penjelasan pacaran dalam islam yang mulia. yang dimaksud pacaran dalam islam atau pacaran islami adalah pacaran tapi setelah menikah, semoga bermanfaat.

Kata Kunci:

pacaran dalam islam, Hukum pacaran dalam islam, pacaran menurut islam, Hukum pacaran, Berpacaran dalam islam, Hukum pacaran menurut islam, hukum berpacaran dalam islam, mencintai pacar dalam islam, pacaran secara islam, hukuman islam pacaran, Hukum pacaran di dalam islam, hukum berpacaran menurut islam, Hadits berpacaran dalam islam, pacaran dalam islam hukum, Apa hukum pacaran bagi islam, hukum pacaran dalm islam, Pacaran secara islam bagaimana?, pacaran mnrut islam, pacaran dgn cara islam, apakah berpacaran boleh menurut islam, pacaran dalam hukum islam, menurut islam apakah pacaran itu diperbolehkan?, hukum pcar, hukum tentang pacaran menurut islam, hukum pacaran dalam islam dan dasarnya, hukum pacaran berdua duaan, Apa hukumnya orang yang percaya dengan pernikahan menurut islam?, apakah anak-anak diperbolehkan pacaran dalam islam?, apakah dalam islam boleh pacaran, apakah pacaran dalam islam dibolehkan



Makna Dua Kalimat Syahadat

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah ?Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Melafadzkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan tuntutannya merupakan rukun dasar agama Islam. Namun sayang, banyak orang yang tidak memahaminya. Lebih dari itu, banyak yang mencukupkannya hanya dengan mengucapkannya tanpa memahami makna dan mengamalkan tuntutannya.
Keutamaan Dua Kalimat Syahadat
Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'Anhu yang mengatakan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ
"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat) pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih)
Dalan Shahih Muslim dan lainnya, hadits marfu' dari Utsman Radliyallah 'Anhu,
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga." (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Saya bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim)
Dari 'Ubadah bin al Shamit Radliyallah 'Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atasnya." (HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mencukupkan dua kalimat syahadat untuk para sahabat. Yaitu untuk mengucapkannya, mengamalkan arahannya, lalu melaksanakan konsekuensinya berupa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melaksanakan segala macam ibadah, selalu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla, dan menjauhi berbagai tradisi? syirik. Inilah makna ucapannya, Laa Ilaaha Illallaah. Sedangkan ikrarnya "Muhammad Rasulullah" mengharuskannya taat kepada utusan Allah ini Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengikutinya.
Makna di atas dipahami oleh orang yang mengerti bahasa Arab, termasuk kandungannya yaitu nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Kalimat ini tidak cukup hanya dilisankan saja, namun harus dipahami maknanya, diamalkan tuntutannya secara dzahir dan batin. Allah Ta'ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)
وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)." (QS. Al Zukhruf: 86) dan ayat semisal yang menjelaskan ilmu (memahami makna) menjadi syarat kalimat syahadatain.
Karena itulah, ketika seorang musyrik mengucapkan dua kalimat syahadat secara dzahir dia dilindungi dan darahnya dijaga sehingga dia diuji dan dilihat setelah itu. Jika dia istiqamah di atas agamanya dan konsisten dengan tauhidnya serta mengamalkan ajaran Islam, maka dia sebagai muslim. Dia mendapat hak dan kewajiban sebagaimana kaum muslimin lainnya. Jika dia menyelisihi tuntutan syahadatnya, meninggalkan sebagian syariat Islam dengan menentang dan mengingkarinya, atau menghalalkan sesuatu yang sudah sangat jelas keharamanya, maka kalimat ini tidak bisa menjaminnya.
Banyak cendekiawan dan kaum awam pada zaman sekarang, entah karena bodoh atau taklid, telah rusak akidah mereka dan tumbuh kejahilan terhadap dien dan arahan dua kalimat syahadat ini. Bahkan, makna bahasa Arab secara umum, karenanya tidak heran jika mayoritas mereka tidak memahami makna dua kalimat syahadat. Mereka menganggap cukup membacanya berulang-ulang disertai keyakinan mendapat pahala besar, kebaikan, terjaga harta dan darah, tanpa memahami maknanya dan mengamalkan tuntutannya. Sehingga kita saksikan, orang yang mengikrarkan dua kalimat syahadat, ia dengan terang-terang melakukan hal yang membatalkannya, Karena itulah, sangat dibutuhkan penjelasan makna dua kalimat syahadat ini sebagai Iqamatul Hujjah bagi orang yang tindakannya bertentangan dengan tuntutannya dan meyakini kalimat syadahat cukup dibaca berulang-ulang lantas menjadi muslim yang sempurna tauhidnya.
Makna Kalimat Laa Ilaaha Illallaah
Para du'at dan ulama sangat memperhatikan materi kalimat tauhid, terutama tentang maknanya. Syaikh Sulaiman bin Abdillah dalam Taisir al 'Aziz al Hamiid, hal 53 menjelaskan, "Makna Laa Ilaaha Illallaah adalah tidak ada yang diibadahi dengan benar kecuali tuhan yang satu, yaitu Allah yang Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala:
وَمَاً أَرْسَلْنَا مِن قًبلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِيَ إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهً إِلاَّ أَنَاْ فَاعْبُدُونِ
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku"." (QS. Al Anbiya': 25)
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): 'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu'." (QS. Al Nahl: 36)
Benar, bahwa makna al-Ilaah adalah al-ma'bud (yang diibadahi). Karena inilah, ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berbicara kepada kafir Quraisy, "Ucapkan Laa Ilaaha Illalaah!" mereka menjawab, "Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (QS. Shaad: 5)
Kaum Huud berkata, "Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami?" (QS. Al A'raaf: 70) Padahal Nabi Huud hanya mengajak mereka kepada Laa Ilaaha Illallaah.
Inilah makna Laa Ilaaha Illallaah, yaitu ibadah kepada Allah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Itulah maksud kufur dengan taghut dan iman kepada Allah.
Kalimat agung ini mengandung makna bahwa selain Allah bukan tuhan. Pengakuan tuhan selain Allah merupakan kebatilah terbesar, dan menetapkan selain Allah sebagai tuhan adalah kezaliman yang terburuk. Tak seorangpun berhak diibadahi selain Allah, sebagaimana tidak pantas disebut tuhan kecuali hanya Allah.
Kalimat ini juga mengandung Nafyu Ilahiyah (meniadakan ketuhanan) selain Allah dan mentapkannya hanya untuk Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena itu, kalimat ini memerintahkan untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang disembah dan melarang menjadikan tuhan bersama Allah.? Nafyu dan itsbat inilah yang dipahami oleh orang yang diseru kepada tauhid atau kalimat Laa Ilaaha Illallaah.
Semua bentuk ibadah yang hadir kerena pengabdian hati kepada Allah dengan cinta, ketundukan, dan kepatuhan kepada-Nya semata masuk dalam kategori uluhiyah. Maka wajib mengesakan Allah dengan ibadah itu, seperti doa, rasa takut, kecintaan, tawakkal, taubat, menyembelih, bernadzar, sujud, dan macam ibadah lainnya. Wajib memberikan semua itu kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Lalu siapa yang memberikan sedikit saja dari ibadah tadi kepada selain Allah maka dia telah menjadi musyrik walau ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah; jika tidak mengamalkan tuntutannya, berupa tauhid dan ikhlash.
Makna Syahadat Muhammad Rasulullah
Dalam mengikrarkan kalimat syahadat harus disertai dengan mengetahui maknanya. Keduanya saling berkaitan, tidak bisa dipisahkan. Maka bagi orang yang mengucapkannya wajib mengetahui maksud kalimat itu, meyakini maknanya, dan menerapkannya dalam hidup.
Dan setelah kita memahami bahwa Laa Ilaaha Illallaah tidak cukup dilafadzkan saja, begitu juga dalam kalimat pasangannya (Muhammad Rasulullah), harus disertai dengan membenarkan risalahnya, komitmen dengan makna dan tuntutannya. Yaitu keyakinan yang menghujam dalam hati bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam diutus oleh Tuhannya 'Azza wa Jalla, Dia telah memandatkan syari'at ini sebagaimana risalah (kerasulan), memerintahkan untuk menyampaikannya kepada umat, dan mewajibkan kepada seluruh umat untuk menerima risalahnya dan berjalan di atasnya.
Rasulullah Manusia Mulia dan Istimewa
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah spesialis dalam risalah ini. Allah Ta'ala berfirman,
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya." (QS. Al Qashash: 68)
"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan." (QS. Al An'aam: 124)
"Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS. Shaad: 47)
Ayat-ayat serupa sangat banyak yang menunjukkan bahwa para rasul dari kalangan manusia yang telah Allah muliakan, Allah pilih dan sucikan, sehingga mereka layak untuk mengemban risalah, penjaga syariat dan agama-Nya, dan menjadi perantara antara Dia dengan Hamba-hamba-Nya. Allah telah menyebutkan kondisi sebagian kaum yang mendustakan para rasul, mereka telah berkata kepada rasul mereka, "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga." (QS. Ibrahim: 10) Lalu para rasul menjawab,
إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
"Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." (QS. Ibrahim: 11)
Terlebih lagi Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai penutup para rasul dan seorang rasul termulia, Allah telah mengistimewakan beliau daripada rasul sebelumnya. Beliau adalah makhluk pilihan yang diangkat menjadi rasul untuk seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia.
Nabi Muhammad Maksum dari Kesalahan
Umat sepakat bahwa para nabi semuanya maksum (terjaga) dari dosa besar, karena bisa menghilangkan sifat istimewa dan pilihan. Hal ini karena Allah akan mengembankan risalah-Nya kepada mereka agar disampaikan kepada seluruh manusia. Karena itu, mereka harus bisa menjadi teladan bagi umatnya, memberi peringatan agar menjauhi kekufuran dan dosa, kefasikan dan maksiat. Seandainya kesalahan dan kemaksiatan itu nyata pada mereka, maka musuh-musuh Islam punya bahan untuk mencela pribadi mereka dan merusak syari'at yang mereka bawa. Ini akan menghilangkan hikmah Allah Ta'ala.
Sesungguhnya di antara bentuk rahmat-Nya, Dia menjaga para nabi-Nya dari mengerjakan kesalahan-kesalahan ini, Allah sendiri juga melarang mereka, menjelaskan keburukan yang ditimbulkannya; sebagaimana Dia mejadikan mereka sebagai teladan dalam zuhud dan menjauhi syahwat dunia yang bisa menyibukkan dari negeri akhirat. Namun, boleh jadi dosa-dosa kecil bisa terjadi pada mereka sebagai ijtihad, tapi tidak menjadi ketetapan, tidak merusak kredibilitasnya, dan tidak menghilangkan kenabian dari mereka. Semua itu sebagai bukti bahwa mereka manusia biasa yang tidak tahu ilmu ghaib dan tidak menyandang sedikitpun dari sifat rububiyyah.
Para mufassir dan ulama telah menyebutkan sebagian kejadian itu, seperti firman Allah Ta'ala:
وَلَا تَطْرُدِ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ
"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya." (QS. Al An'aam: 52)
Dan firman-Nya,
وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لَاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا
"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka." (QS. Al Isra': 73-74)
Kejadian semacam itu yang dilakukannya sebagai bentuk ijtihad karena menyangka ada maslahat yang besar, sedangkan Allah tahu semua itu tidak akan terwujud. Kemudian Allah menjaga beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam dari melakukannya krena bisa merusak sifat kerasulan dan sebagai manusia pilihan. Juga karena berseberangan dengan arahan beliau untuk menjauhi kekufuran, kefasikan, dan maksiat.
Dari sisi tabligh (menyampaikan) pesan Allah berupa syari'at, maka para ulama bersepakat atas kemaksuman beliau bahkan kemaksuman seluruh nabi dalam menyampaikan risalah Allah, berupa wahyu dan syariat, bahkan Allah telah menjaga beliau dari kesyirikan, zina dan semisalnya, jauh sebelum menjadi Nabi.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda, "Aku tidak pernah kepingin sesuatu yang biasa dilakukan orang-orang jahiliyah dan aku juga tidak pernah kepingin melakukan keburukan sehingga Allah memuliakanku dengan risalah-Nya." (Disebutkan oleh al Qadli 'Iyadh dalam kitabnya al-Syifa dan lainnya)
Ibnu Ishaq berkata dalam sirahnya, "Ketika Rasullullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah beranjak dewasa, Allah menjaganya, melinduginya dari kotoran dan keburukan jahiliyah. Ketika ingin memuliakannya dan menjadikannya sebagai rasul ?di kala itu berada di atas agama kaumnya- sehingga beliau menjadi seorang pemuda yang paling mulia perilaku dan akhlaknya, paling bagus pergaulannya, paling baik kepada tetangganya, paling gagah posturnya, paling amanat dan paling jauh dari sifat dan akhlak tercela yang bisa mengurangi kemuliaan dan kesuciannya, sampai-sampai mendapat julukan dari kaumnya sebagai Al Amiin (sangat terpercaya). . ." ?Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]